Hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, ada kalanya manusia mengalami situasi krisis, seperti bencana alam, kecelakaan, perang, kebakaran, peristiwa traumatis, dan kekerasan interpersonal (contoh: perundungan, pelecehan, percobaan pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga, dll). Situasi krisis yang mengakibatkan perubahan pada hidup manusia cenderung diikuti oleh kesedihan, kemarahan, ketakutan, kecemasan, dan aneka macam emosi negatif lainnya yang bisa dialami secara berbeda antar individu, sesuai dengan kondisi mental masing-masing.
Kendati reaksi emosional terhadap situasi krisis itu normal terjadi, terdapat orang-orang tertentu yang membutuhkan bantuan lebih untuk mengatasi krisis dalam hidupnya sebagai bentuk pencegahan gangguan psikologis yang lebih berat. Hasil survey menunjukkan bahwa 2 – 3 persen manusia yang mengalami situasi krisis berpotensi mengalami gangguan jiwa berat, 10 – 20 persen mengalami gangguan jiwa sedang, dan 80 – 90 persen sisanya tidak memiliki masalah apapun.
Manusia belum seluruhnya memiliki kesadaran untuk mendatangi psikolog atau psikiater ketika mengalami reaksi tertentu akibat situasi krisis. Ada juga kasus lain, yaitu ketiadaan atau keterbatasan tenaga profesional psikologis di tempat-tempat tertentu. Oleh karena itu, Psychological First Aid (PFA) perlu dikampanyekan guna menjadi langkah awal menolong mental manusia. PFA adalah respons suportif terhadap sesama manusia yang menderita dan membutuhkan dukungan karena terkena dampak dari situasi krisis. Pertolongan pertama psikologi dirancang untuk mengurangi tekanan awal dan mendorong koping adaptif jangka pendek serta jangka panjang.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Aliyaturrahmah Supriyadi, S.Psi., MHS., mengatakan, “Reaksi emosional negatif pasca krisis adalah hal yang normal, sebagian besar orang akan mampu melaluinya dengan baik. Tujuan PFA utamanya adalah menyediakan dan menyampaikan dukungan kita kepada penyintas. Apabila saat PFA terdeteksi adanya kebutuhan akan profesional kesehatan mental, maka bisa dirujuk agar mendapat bantuan yang dibutuhkan”.
Pemberian PFA tidak hanya dilakukan oleh tenaga profesional psikologi, siapapun yang telah mendapatkan pelatihan termasuk masyarakat umum dapat memberikan PFA kepada orang-orang membutuhkan yang tinggal di sekitar lingkungan hidupnya. Tugas utama pemberi PFA adalah menenangkan, menjadi pendengar yang baik namun tidak memaksa korban untuk berbicara. Pemberi PFA perlu merujuk korban ke tenaga profesional apabila terdapat salah satu dari kondisi – kondisi berikut:
Pertama, orang-orang dengan cedera serius dan mengancam jiwa. Kedua, orang-orang yang sangat terpukul sampai tidak mampu merawat dirinya sendiri dan anak-anaknya. Ketiga, orang-orang yang memiliki kemungkinan menyakiti diri sendiri. Keempat, orang-orang yang memiliki kemungkinan menyakiti orang lain.
Berikut adalah cara kita dapat membantu orang dengan bertanggung jawab:
Menghormati keamanan, harga diri, dan hak-hak mereka
Pemberi PFA sebisa mungkin menjaga korban dari hal-hal beresiko yang dapat memperparah kondisi psikis maupun fisik, berusaha seminimal mungkin untuk menjauhkan korban dari situasi yang membuatnya merasa tidak aman. Penolong juga perlu memahami latar belakang korban (usia, jenis kelamin, sosial, budaya, adat, bahasa, ekonomi) agar dapat memperlakukan mereka dengan baik.
Penolong harus selalu berperilaku jujur dan dapat dipercaya, tidak menggunakan asumsi-asumsi pribadi guna menghindari bias, menghormati keputusan korban, menghargai privasi dan kerahasiaan cerita, serta tidak berbohong atau memberi informasi yang salah untuk menenangkan korban. Jika pada awalnya korban tidak berkenan mendapatkan bantuan, hargai itu dan katakan jika korban masih dapat menghubungi pemberi PFA kapan pun membutuhkan.
Menyesuaikan perilaku kita terhadap budaya seseorang
Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal, demi menjaga efektivitas pertolongan, pemberi PFA sangat perlu mempertimbangkan pakaian, bahasa, gender, usia, wewenang, kontak fisik, tingkah laku, kepercayaan, dan agama korban yang akan ditolong.
Waspada dan tanggap pada respons tindakan gawat darurat
Pemberi PFA harus dengan sigap mengetahui layanan apa saja yang tersedia untuk mengatasi persoalan korban. Pemberi PFA menginformasikan kepada korban cara mudah mengakses layanan bantuan yang tersedia.
Jagalah diri Anda sendiri!
Membantu dengan bertanggung jawab berarti turut serta memedulikan kesehatan diri. Sebelum memberi bantuan, penolong harus memperhatikan kesehatan baik fisik maupun psikis. Apabila berada dalam tim, masing-masing personel perlu meningkatkan kepekaan pada kondisi rekan-rekan seperjuangan.
Memberikan Psychological First Aid
- Komunikasi yang baik. Korban situasi krisis bisa jadi sedang dalam keadaan yang sangat terpukul, sedih, cemas, khawatir, dan bingung. Tetaplah bersikap tenang dan menunjukkan kepedulian sehingga korban merasa lebih aman, diperhatikan, dipedulikan, dihormati, dan dimengerti. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang melibatkan keterbukaan dan rasa empati. Meskipun begitu, pemberi PFA tidak diperkenankan untuk memaksa korban bercerita. Jangan terlalu banyak berbicara, berikanlah waktu kepada korban untuk memahami gejolak emosi yang dirasakan.
- Persiapan dalam memberikan bantuan. Sebelum memasuki daerah krisis, pemberi bantuan wajib memperhatikan 3 hal. Pertama, menanyakan hal-hal penting yang berkaitan dengan peristiwa krisis. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan nantinya akan dipelajari sebaik mungkin oleh calon pemberi PFA. Kedua, mempelajari layanan dan bantuan yang tersedia. Hal ini perlu diketahui agar pemberi PFA mengetahui layanan apa saja yang sekiranya dapat diinformasikan kepada korban untuk meminimalisir dampak krisis yang sedang dirasakan. Ketiga, Keamanan. Pemberi PFA perlu mengetahui apakah kejadian krisis sudah berakhir atau diprediksi masih akan berlangsung, bahaya yang ada, peraturan-peraturan tertentu, dan area berbahaya yang tidak boleh dimasuki.
- Lihat, dengar, dan hubungkan. Pemberi bantuan perlu melihat situasi terkini lingkungan sekitar karena bisa jadi sudah berbeda dengan informasi awal. Tiga hal yang perlu dilihat adalah keamanan, orang-orang yang terlihat jelas membutuhkan bantuan mendasar dengan segera, orang-orang yang menunjukkan reaksi tertekan yang serius dan intens seperti contohnya menangis, murung, tidak bisa tidur, tidak dapat mengurus diri sendiri, tidak dapat mengurus orang-orang yang berada dalam tanggung jawabnya (anak, orang tua), terlalu waspada, khawatir berlebihan, dan aneka macam reaksi fisik, psikis, dan emosi negatif lainnya. Setelah melihat, pemberi bantuan juga perlu melebarkan telinga untuk mendengar. Langkah ini bisa diawali dengan mendekati calon penerima bantuan, menanyakan kebutuhan dan kekhawatiran mereka, mendengarkan mereka dengan tidak banyak berbicara atau bertanya, dan membantu mereka agar merasa tenang. Setelah mendapatkan informasi melalui hasil penglihatan dan pendengaran, pemberi bantuan dapat menghubungkan korban dengan layanan bantuan sebagaimana yang dibutuhkan, dan juga menghubungkan mereka dengan keluarga mereka dan bantuan sosial.
- Mengakhiri bantuan. Pertanyaan sampai kapan bantuan diberikan mengacu pada jawaban pemberi bantuan sendiri dengan mempertimbangkan kebutuhan pribadi dan kebutuhan orang yang dibantu. Jika pemberi PFA akan mengakhiri bantuan, maka ia perlu menjelaskan kepada korban bahwa tugasnya telah selesai, jika ada relawan lain yang akan menggantikannya maka ia harus mengenalkannya kepada penerima bantuan terlebih dahulu. Jika pemberi PFA menghubungkan dengan pemberi layanan lain, maka ia wajib menjelaskan situasi yang terjadi, apa yang perlu ditindaklanjuti, dan bantuan
- Orang-orang yang membutuhkan perhatian khusus. Terdapat tiga kategori penerima bantuan yang dipastikan membutuhkan perhatian khusus. Pertama, anak-anak termasuk remaja. Kedua, orang dengan kondisi atau cacat Kesehatan. Ketiga, orang yang beresiko mengalami diskriminasi atau kekerasan.
Begitulah uraian singkat tentang Psychological First Aid (PFA). Semoga dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca semua tentang langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan ketika mengetahui ada orang-orang di sekitar kita yang sedang berada dalam situasi krisis.
Penulis : Relung Fajar Sukmawati
Tulisan ditinjau oleh Aliyaturrahmah Supriyadi, S.Psi., MHS
Photo by Anastasiya Gepp on Pexels