Mungkin kita tidak asing lagi dengan pepatah yang berbunyi “Cinta itu buta.” Tidak bisa dipungkiri, hal tersebut benar adanya dan dapat terjadi pada individu yang terlibat dalam suatu hubungan, utamanya mereka yang terjebak dalam toxic relationship. Istilah toxic relationship kian menjadi isu yang banyak diperbincangkan, terlebih di kalangan remaja. Menurut tahap perkembangan Erikson, masa remaja menuju dewasa adalah masa di mana individu akan berada pada tahap keintiman vs isolasi di mana mereka akan menjalin hubungan, baik dalam konteks hubungan pertemanan maupun dengan percintaan. Meski demikian, dalam prosesnya tak jarang remaja terjebak dalam hubungan yang salah, salah satunya ialah yang disebut dengan toxic relationship. Hal ini sebab proses pengendalian diri termasuk pengendalian emosi pada remaja belum optimal. Lalu, apa sebenarnya yang disebut dengan toxic relationship? Bagaimana suatu hubungan dapat dikatakan termasuk dalam toxic relationship dan apa dampak serta hal yang harus dilakukan ketika kita terjebak dalam toxic relationship?
Toxic relationship didefinisikan sebagai hubungan tidak sehat yang dapat memberikan dampak buruk bagi kondisi fisik maupun mental seseorang. Individu yang terjebak dalam toxic relationship ini akan merasa dirinya tidak didukung, diremehkan, diserang atau bahkan direndahkan. Tak cukup sampai di situ saja, toxic relationship juga dapat membuat individu mengalami kekerasan terutama kekerasan dalam pacaran. Menurut catatan tahunan dari Komnas Perempuan tahun 2023, jumlah kasus kekerasan dalam pacaran menempati urutan pertama jenis kekerasan di ranah personal dengan jumlah 3.528 kasus. Data tersebut menunjukkan bahwa tidak sedikit individu yang pada dasarnya terjebak dalam toxic relationship.
Lalu apa saja indikator suatu hubungan termasuk dalam kategori toxic relationship?
Suatu hubungan dikatakan sebagai toxic relationship apabila di dalamnya terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
- Rasa cemburu atau posesif yang berlebihan
- Salah satu pasangan merasa direndahkan atau dikritik secara berlebihan
- Tidak adanya afeksi dalam hubungan
- Kurangnya perasaan menghargai pasangan
- Tidak adanya kejujuran
- Tidak adanya rasa aman dalam menjalani hubungan
- Rasa keegoisan yang tinggi
- Terdapat kekerasan dalam hubungan, baik itu fisik maupun psikis
Meski beberapa cirinya terdengar sepele, toxic relationship dapat memberikan dampak yang signifikan bagi individu yang merupakan korban yakni pihak yang dirugikan dalam hubungan tersebut. Individu yang mengalami toxic relationship akan merasakan konflik internal yang pada akhirnya menyebabkan dirinya mengalami kemarahan, kecemasan, hingga depresi. Selain itu, mereka juga akan cenderung menjadi individu yang rendah diri, pesimis, bahkan membenci diri sendiri. Tingkat paling parah dari dampak toxic relationship ini adalah dampaknya terhadap penyakit fisik seperti jantung bahkan dapat mengarah pada kematian. Dari beberapa dampak yang telah dijabarkan tersebut, toxic relationship tidak dapat dianggap sebagai suatu hal yang remeh lagi dan perlu dilakukan tindakan preventif dan kuratif untuk mencegah dampak buruk dari toxic relationship.
Lalu apa yang harus dilakukan jika saat ini terjebak dalam toxic relationship?
Keluar dari hubungan yang toxic bukanlah hal yang mudah. Butuh keberanian, tekad, dan usaha yang kuat untuk dapat benar-benar lepas dari hubungan yang tidak sehat. Akan tetapi, satu hal yang perlu diingat adalah semakin cepat kita keluar dari hubungan yang toxic, semakin baik pula kita menjaga kesehatan mental kita. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk dapat keluar dari hubungan yang tidak sehat:
- Beri tahu orang terdekat. Permasalahan yang ada dalam hubungan tentunya tidak dapat kita pendam sendiri. Terkadang, menceritakan apa yang kita alami dengan orang lain dapat membuat perasaan menjadi jauh lebih tenang. Kamu dapat menceritakan permasalahan dalam hubunganmu kepada orang-orang terdekat yang dapat dipercaya. Selain membuatmu lebih lega, mereka juga dapat memberikan saran dan masukan yang memungkinkan untuk dilakukan.
- Buatlah rencana apa yang akan dilakukan selanjutnya. Ketika kamu berpikir untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat, tentunya akan ada masa transisi sebelum kamu memulai hubungan yang baru. Kamu perlu memikirkan secara matang apa saja hal-hal yang akan kamu lakukan selama masa transisi tersebut. Apabila sudah menikah, perlu juga dipikirkan terkait di mana kamu akan tinggal serta hal-hal apa saja yang perlu dibawa.
- Mencari pertolongan profesional. Apabila kamu merasa cemas, depresi, dan emosi negatif lainnya yang mengganggu fungsionalitas dalam kegiatan sehari-hari, kamu dapat sesegara mungkin untuk mencari pertolongan profesional seperti psikiater dan psikolog. Bantuan dari psikolog dan psikiater seperti pengobatan dan konseling akan membuat dirimu jauh lebih baik.
- Komitmen atas keputusan yang diambil. Apabila kamu telah mantap untuk keluar dari hubungan toxic, kamu perlu untuk berpegang teguh untuk benar-benar keluar dari hubungan tersebut. Hal ini sebab tak jarang, dalam masa transisi tersebut, akan sangat mungkin muncul perasaan takut bahkan menyesal mengenai keputusan yang diambil. Yakinlah bahwa apa yang kamu putuskan adalah suatu langkah yang benar.
Apabila kamu saat ini menjadi salah satu yang terjebak di dalamnya, janganlah ragu untuk mengambil keputusan karena dirimu pada dasarnya adalah individu yang berharga.
“Don’t allow someone not worth it to have the power to occupy your thoughts.” -Donna Lynn Hope
Penulis : Rima Sukmawati
Photo by Antoni Shkraba on Pexels