Dinda adalah seorang siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki kesulitan dalam memahami pelajaran Bahasa. Suatu hari, guru Dinda membagikan hasil ulangan pelajaran Bahasa di kelas. Ternyata Dinda gagal dalam ujian tersebut karena nilainya sangat rendah. Dinda ingin lulus pada mata pelajaran Bahasa. Dinda memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menguasai pelajaran Bahasa dengan cara lebih gigih belajar. Dinda mulai mengubah cara belajarnya agar semakin efektif dengan cara meminta kepada temannya untuk belajar bersama, meluangkan waktu dua jam sehari untuk belajar Bahasa di rumah, memanfaatkan internet untuk mencari berbagai sumber yang menyediakan soal-soal latihan, dan bertanya kepada guru di sekolah terkait materi yang tidak dipahaminya. Dinda berhasil mendapatkan nilai 100 pada ujian akhir semester.
Ilustrasi di atas memperlihatkan seorang siswa yang memiliki rasa yakin dengan kemampuan dirinya sendiri bahwa sukses dalam ujian dapat diraih jika giat dalam belajar. Keyakinan atas kemampuan diri sendiri adalah bagian dari pola pikir (mindset) yang menjadi pemicu motivasi internal seseorang, sehingga dapat menciptakan keterikatan dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi untuk belajar cenderung memiliki mindset yang mengarah pada kepercayaan bahwa sukses dapat dicapai dari kerja keras bukan hanya hasil dari kemampuan bawaan.
Mindset dapat dipahami sebagai asumsi yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain yang memandu bagaimana seseorang berperilaku. Menurut Dweck, siswa memiliki pola pikir yang berbeda, mulai dari fixed mindset hingga growth mindset. Dua bentuk pola pikir tersebut akan berdampak pada cara siswa mempersepsikan kondisi akademiknya. Siswa dengan fixed mindset memandang kecerdasan sebagai sesuatu yang sudah tetap dan tidak dapat diubah, sedangkan siswa dengan growth mindset memandang kecerdasan sebagai kemampuan yang dapat bertumbuh dan berkembang sepanjang waktu.
Growth mindset adalah sebuah kapasitas beradaptasi dan berubah, yang tidak hanya memfasilitasi proses akademik, tetapi juga berperan penting dalam menghadapi kesulitan, meningkatkan keterampilan sosial siswa, dan menahan siswa untuk tidak terlibat dalam perilaku negatif. Seseorang yang memiliki growth mindset percaya bahwa kecerdasan dan kemampuan dapat berkembang dengan usaha.
Saat menghadapi tantangan pada kondisi sulit, siswa dengan growth mindset akan memiliki kemampuan mengatasi masalah yang baik, yang menghantarkan mereka kepada kesehatan mental yang baik pula. Siswa yang memiliki growth mindset akan terus bergerak maju dalam kesulitan untuk kesuksesan di masa depan. Siswa dengan growth mindset akan mengartikan suatu kemunduran, kesulitan, dan tantangan sebagai suatu cara efektif untuk meningkatkan kemampuan, kecerdasan, dan pengalaman.
Sementara itu, siswa yang memiliki fixed mindset percaya bahwa kemampuannya sudah ditetapkan pada ukuran tertentu. Siswa dengan fixed mindset cenderung menafsirkan suatu kegagalan sebagai bukti bahwa mereka tidak pintar dan tidak mampu untuk menyelesaikan suatu tugas. Kegagalan dapat membuat mereka mundur berusaha atau enggan memperbaiki kesalahan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa siswa perlu memiliki pola pikir berkembang (growth mindset) untuk kesuksesan masa depan. Growth mindset telah terbukti dapat memprediksi kesejahteraan psikologis siswa melalui peningkatan resiliensi, berkaitan dengan peningkatan keterlibatan siswa sekolah menengah pertama pada pembelajaran. Growth mindset juga ditemukan dapat memprediksi kesejahteraan sekolah siswa melalui kegigihan.
Growth mindset dapat terbentuk dengan bantuan orang lain. Di sekolah, pembentukan growth mindset pada siswa dapat diupayakan oleh guru. Salah satu cara sederhana yang digagas oleh Dweck adalah memberikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kesuksesan pada siswa. Cara ini tidak menekankan bahwa guru harus memuji siswa saat siswa mendapatkan nilai yang bagus atau saat siswa berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu, karena pujian tidak selalu memberikan dampak yang baik terhadap pembentukan pola pikir yang berkembang. Dweck lebih menekankan pemberian pesan yang dapat mengajarkan siswa untuk mencintai tantangan belajar, tertarik untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan, menikmati usaha, fokus pada strategi, dan terus belajar.
Beberapa contoh kalimat yang berisi pesan kesuksesan untuk siswa :
“Nilai bagusmu adalah hasil dari pembelajaran yang telah kamu persiapkan. Ibu melihat kamu membaca pelajaran berulang kali, kamu mencatat ulang apa yang kamu pahami, dan kamu menguji dirimu sendiri terkait materi yang telah kamu pelajari. Apa yang kamu lakukan benar-benar memberikan hasil yang terbaik”
“Tugasmu banyak sekali. Ibu kagum melihat antusias dan konsentrasimu untuk menyelesaikannya”
Dweck juga menyarankan pemberian kata-kata kesuksesan tetap dapat dilakukan saat siswa mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas. Berilah pesan tanpa kata-kata penghakiman, sehingga siswa tidak menganggap kegagalan sebagai kondisi yang merendahkan dirinya sendiri. Melalui kata-kata yang disampaikan guru, siswa dapat belajar untuk melihat kegagalan sebagai proses belajar dan mencari solusi yang tepat untuk sebuah masalah.
Beberapa contoh kalimat yang dapat digunakan untuk memicu growth mindset siswa:
“Nak, apakah ada sesuatu yang tidak kamu pahami dengan tugasmu? Apakah kamu mau Ibu membantumu?”
“Nak, Ibu tahu tugas ini sulit dan membosankan. Tapi ini adalah tantangan yang harus kamu lawan agar dapat berkonsentrasi dalam belajar. Mari kita lihat apakah kamu dapat berkonsentrasi sampai tugas ini selesai”.
Peran guru dalam memberikan kata-kata kesuksesan diharapkan dapat menjadi salah satu momentum untuk menumbuhkan pola pikir berkembang (growth mindset) pada siswa. Hal ini tentu saja akan dapat meningkatkan motivasi, keuletan, dan kedisiplinan belajar pada siswa, serta mengasah siswa untuk mengembangkan pemikiran yang berfokus pada penyelesaian masalah. Hal ini akan membuat siswa memiliki keinginan yang kuat untuk terus belajar.
Penulis : Ruziqna
Photo by RDNE Stock project on Pexels