Kita sering berbicara tentang oversharing dan hilangnya personal space di media sosial. Namun, apa perbedaan antara sharing dengan oversharing? Penelitian tentang pengungkapan diri (sharing) menunjukkan bahwa kita lebih menyukai satu sama lain ketika kita berbagi, tetapi di sisi lain, pengungkapan diri yang dianggap tidak pantas secara sosial akan mengurangi rasa suka. Namun, bagaimana batasan hal yang kita bagikan di media sosial dapat memengaruhi cara pandang orang lain? Berikut ini merupakan beberapa saran yang didukung oleh penelitian tentang apa yang seharusnya dan tidak seharusnya kita bagikan di media sosial.
Artikel Psikologi
Jika dilihat dengan seksama di lingkungan sekitar kita, batas-batas terlihat sekedar berlaku sebagai pemisah antara dua bidang. Tembok yang memisahkan dua buah bangunan atau batas wilayah yang terpisahkan oleh sungai. Merefleksikan ke dalam diri kita, ternyata membangun batasan juga diperlukan dalam konteks manusia. Pada kehidupan sosial yang kompleks ini, terhubung dan membangun relasi dengan individu lain menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan. Namun, acapkali kita terjebak dalam lingkaran yang tidak berujung dimana kita terlalu banyak menyerap beban di luar tanggung jawab kita. Melelahkan bukan? Namun, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki kebutuhan dan preferensi yang berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya.
Isu kesehatan mental menjadi hal yang semakin banyak dibahas dan diperhatikan akhir-akhir ini. Masyarakat tampaknya mulai menyadari pentingnya kesehatan mental dalam lingkup kehidupan. Hal tersebut diiringi dengan penggunaan media sosial yang semakin meningkat, yang mana pada masa sekarang ini, penyebaran informasi menjadi lebih cepat melalui sosial media. Informasi apapun dari sumber manapun dapat diakses oleh semua orang. Tidak jarang, hal tersebut berujung pada maraknya fenomena self-diagnose sebagai salah satu akibat dari romantisasi gangguan mental.
Pada Mei 2023, media sosial diramaikan dengan pemberitaan bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia sebagai fatherless country. Meskipun setelah ditilik lebih lanjut tidak ada publikasi ilmiah yang jelas terkait peringkat itu, tapi fenomena ini tetap perlu mendapat sorotan karena faktanya masih banyak anak di Indonesia yang tumbuh dan berkembang tanpa figur ayah. Hal ini terbukti dari survei yang dirilis KPAI pada 2015 yang menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak masih tergolong kurang. Kurang dari 40% ayah yang mencari informasi terkait praktik pengasuhan anak yang baik. Praktik pengasuhan anak oleh ayah pada fase awal kehidupan anak hanya 69,9%, lebih rendah dari ibu yang sebesar 89,9%. Selain itu, banyak ayah yang ditemui kurang aktif dan inisiatif dalam berdiskusi dengan anak.
Dinda adalah seorang siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki kesulitan dalam memahami pelajaran Bahasa. Suatu hari, guru Dinda membagikan hasil ulangan pelajaran Bahasa di kelas. Ternyata Dinda gagal dalam ujian tersebut karena nilainya sangat rendah. Dinda ingin lulus pada mata pelajaran Bahasa. Dinda memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat menguasai pelajaran Bahasa dengan cara lebih gigih belajar. Dinda mulai mengubah cara belajarnya agar semakin efektif dengan cara meminta kepada temannya untuk belajar bersama, meluangkan waktu dua jam sehari untuk belajar Bahasa di rumah, memanfaatkan internet untuk mencari berbagai sumber yang menyediakan soal-soal latihan, dan bertanya kepada guru di sekolah terkait materi yang tidak dipahaminya. Dinda berhasil mendapatkan nilai 100 pada ujian akhir semester.
Anda disini pasti sudah sering mendengar istilah love language atau bahasa cinta bukan? Bahkan mungkin Anda sudah pernah mencoba tes online untuk mengetahui bahasa cinta diri Anda sendiri. Akan tetapi, sebenarnya, apa sih bahasa cinta itu? Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut mengenai konsep dari bahasa cinta yang dicetuskan oleh Gary Chapman, Yuk kita simak bersama!
Sebelum membahas tentang konsep dari 5 bahasa cinta, mari kita berkenalan terlebih dahulu dengan pencetusnya, yaitu Gary Chapman. Gary Chapman dikenal karena mengembangkan konsep “Lima Bahasa Cinta” atau secara umum dikenal dengan istilah 5 love languages. Konsep ini membantu individu dalam mengungkapkan dan menerima ekspresi cinta melalui lima bentuk komunikasi yang berbeda. Menurut pandangan Chapman, meskipun semua orang cenderung menikmati kelima bahasa cinta dalam tingkat yang bervariasi, biasanya seseorang memiliki satu bahasa cinta utama yang lebih dominan atau menjadi preferensi dalam komunikasi cinta mereka.
Isu pelecehan dan kekerasan seksual seakan tiada akhirnya. Belakangan ini, isu pelik ini menjadi isu yang kerap mencuat dalam berbagai media berita di Indonesia. Bagaimana tidak? Kejahatan seksual dapat terjadi pada siapapun dan pada usia berapapun. Kasus kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan yang menempati urutan terbanyak dialami korban dengan jumlahnya mencapai 11.686 aduan. Berdasarkan laporan dari KemenPPPA tahun 2022, terdapat 9.588 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pelecehan dan kekerasan seksual juga dapat terjadi dimanapun, baik di tempat umum, di rumah kediaman, bahkan di lingkup pendidikan dan dunia maya. Berdasarkan laporan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2015 hingga tahun 2020 menyatakan bahwa sebanyak 27% kasus kekerasan seksual terjadi di jenjang perguruan tinggi. Sumber yang sama mengatakan bahwa terdapat 1.697 laporan kekerasan seksual yang terjadi pada dunia maya atau ruang daring yang mana sebanyak 48% dari total laporan menyatakan pelaku adalah orang yang memiliki hubungan personal dengan korban.
Memiliki hidup yang sukses dan bahagia adalah impian bagi semua orang. Ekonomi yang stabil, keluarga yang harmonis, hobi tetap bisa dilakukan, pekerjaan terasa bermakna, dan diri sendiri dapat merasakan ketenangan sekaligus gairah dalam menjalani hidup. Di samping itu, era digitalisasi membawa teknologi dan internet yang kian maju pesat. Salah satu inovasi hasil dari kemajuan tersebut adalah media sosial.
Saat ini, media sosial menjadi suatu hal yang seakan wajib dimiliki semua manusia. Hambatan karena perbedaan waktu dan lokasi telah teratasi dengan adanya media sosial. Bukan hanya itu, media sosial membuat kita bisa mendapatkan ekstra hormon kebahagiaan dopamin dengan cepat dan praktis hanya dengan menggerakkan jari di ponsel pintar. Tingkat aksesibilitasnya yang tinggi membuat kita dapat terhubung dengan mudah pada orang-orang yang berada di tempat yang jauh dari kita.
Pada hakikatnya, setiap manusia akan mengalami tahapan-tahapan perkembangan, dimulai dari masa di dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Setiap perkembangan memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri. Salah satu masa yang dianggap penting dan menjadi perhatian oleh banyak kalangan adalah masa transisi dari remaja menuju dewasa, dimana pada saat ini seseorang mulai hidup terpisah dari orang tua, mencoba untuk mandiri, menentukan arah hidup, dan mengembangkan nilai-nilai yang sebelumnya telah terinternalisasi.
Kasus perselingkuhan sebenarnya sudah ada sejak lama bahkan sangat dekat dengan kehidupan setiap manusia. Hanya saja, isu perselingkuhan dapat menjadi topik pembicaraan panas jika pelakunya adalah public figure terkenal. Siapa sih yang tidak geram saat menyaksikan berita perselingkuhan para artis yang bersebaran di dunia maya, sampai akhirnya muncul statement sebagaimana berikut.
“Cantik atau ganteng diselingkuhi, sholehah diselingkuhi, kaya diselingkuhi, mapan diselingkuhi, pintar diselingkuhi. Jadi, harus menjadi yang seperti apa lagi agar pasangan menetap sampai akhir hayat nanti?”