Berdasarkan data BPS, jumlah pengguna gadget untuk anak usia dini di Indonesia sebanyak 33,44%, dengan rincian 25,5% pengguna anak berusia 0-4 tahun dan 52,76% anak berusia 5-6 tahun. Hal ini tidak menutup kemungkinan dapat memicu kecanduan gadget pada anak. Kecanduan gadget pada anak menjadi fenomena yang semakin mengkhawatirkan di era digital ini. Menurut survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia, lebih dari 71,3% anak usia sekolah memiliki gadget dan memainkannya dalam porsi yang cukup lama dalam sehari serta sebanyak 79% responden anak boleh memainkan gadget selain untuk belajar. Anak-anak yang menghabiskan terlalu banyak waktu di depan layar sering kali mengalami berbagai masalah, mulai dari gangguan tidur, penurunan prestasi akademik, hingga masalah sosial dan emosional.
SDG 4: Pendidikan Berkualitas
Pernahkah Anda merasa seperti seorang penipu di tengah kerumunan orang-orang sukses? Atau mungkin, pernahkah Anda merasa bahwa pencapaian Anda hanya didasarkan pada keberuntungan, bukan hasil kerja keras Anda?
Apa yang Anda alami mungkin merupakan ciri-ciri Impostor Syndrome. Sindrom ini sering diartikan sebagai kesulitan dalam menginternalisasi prestasi sehingga menyebabkan seseorang merasa seperti penipu. Namun, jika kelewatan batas, hal ini bisa berdampak negatif pada kesejahteraan dan bahkan kemajuan karir, loh. Sejumlah artikel telah menyatakan hubungannya dengan pengalaman kecemasan, depresi, dan harga diri rendah. Dan apabila tidak diatasi, hal ini dapat menghalangi Anda untuk melamar posisi yang lebih tinggi, menghindari peluang, mempersiapkan diri secara berlebihan, dan bekerja dengan jam kerja yang melewati batas kemampuan.
Dalam hidup, tidak semua hal berjalan sesuai apa yang kita inginkan. Secara fitrahnya, semua manusia di muka bumi ini pasti menginginkan kebahagiaan. Akan tetapi, hidup tidak selalu berjalan semulus itu. Terkadang kita juga diterpa dengan hal-hal atau situasi tidak terduga yang membuat kita cemas, sedih, hingga stres. Hal ini sebab akan selalu ada hal-hal yang tidak bisa kita ubah, yakni hal-hal yang berada di luar kendali kita. Hal tersebut menjadi bahasan utama dalam filosofi hidup Stoikisme.
Stoikisme adalah aliran filsafat Romawi Kuno yang telah berusia lebih dari 2000 tahun, tetapi masih sangat relevan dengan kondisi manusia pada saat ini. Stoikisme sebagai aliran filsafat yang paling banyak diterima membantu kita untuk dapat mengontrol emosi negatif dan segala hal yang berada pada kendali kita serta mensyukuri apa yang kita miliki saat ini. Stoikisme menekankan pada pengendalian diri, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat kita ubah. Filosofi hidup stoikisme mengajarkan kita untuk mengubah apa yang bisa kita ubah (dimensi internal) dan menerima keadaan yang tidak bisa kita ubah (dimensi eksternal). Salah satu contoh dari hal yang tidak bisa kita kontrol adalah respon atau tanggapan dari orang lain terhadap diri kita.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, banyak dari kita mencari cara untuk menemukan kedamaian dan keseimbangan. Salah satu pendekatan yang telah mendapatkan popularitas luas adalah praktik mindfulness atau kesadaran penuh. Praktik tersebut tidak hanya menawarkan jeda dari kesibukan sehari-hari, tetapi juga berdampak signifikan terhadap kesejahteraan mental dan fisik kita. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi esensi mindfulness, bagaimana cara mengintegrasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari, dan manfaat nyata yang dapat dirasakan.