The Science of Manifestation : Bagaimana Pikiran Membentuk Kenyataan

Istilah “manifestasi” telah menjadi hal yang tidak asing lagi di telinga kita. Bagi beberapa orang, manifestasi menjadi salah satu metode kunci yang bisa digunakan untuk mewujudkan apa yang diharapkan. Meski demikian, sebagian orang lainnya masih berpandangan skeptis terhadap manifestasi hingga meragukan cara dan hasil kerja dari manifestasi itu sendiri. Manifestasi mengacu pada cara kita mewujudkan keinginan, tujuan, atau hasil tertentu menjadi kenyataan melalui pemikiran, keyakinan, dan tindakan yang terfokus. Meskipun konten dalam manifestasi tiap orang berbeda, tetapi mereka memiliki bentuk yang serupa. Selayaknya pemancar radio yang bersifat tak kasat mata namun memiliki sinyal yang kuat. Sinyal pesan tersebutlah yang ditangkap oleh kekuatan yang lebih besar, yakni alam semesta dan Tuhan yang pada akhirnya dikirim kembali kepada orang yang melakukan manifestasi tersebut sesuai dengan pikiran dan emosinya.

Sebagai contoh, jika seseorang ingin menjadi orang kaya, ia harus dapat berpikir, merasakan, dan berperilaku seolah mereka sudah kaya semisal dengan mengatakan “Saya sangat bersyukur, saya kaya.” Hal tersebut akan memberikan vibrasi atau energi kekayaan yang pada akhirnya akan dikembalikan kepada mereka oleh kekuatan yang lebih besar. Hal ini didukung oleh beberapa peneliti yang mengatakan bahwa pikiran positif akan menghasilkan tindakan yang positif. Apabila seseorang memiliki ide atau kepercayaan yang berujung pada tujuan untuk kesuksesan, mereka akan merasa lebih percaya diri dan berperilaku sejalan dengan tercapainya keinginan mereka.

Meskipun tampak sederhana, terdapat penjelasan science yang cukup mendalam terkait cara kerja manifestasi. Berikut adalah penjelasan bagaimana manifestasi bekerja dari perspektif neuroscience dan psikologi:

Reticular Activating System (RAS)

Reticular Activating System (RAS) merupakan jaringan neuron kompleks yang terletak di batang otak dan bertindak sebagai silent observer dari kesadaran kita. RAS memfilter banyak stimulus yang kita terima setiap harinya, menyaring hal-hal yang tidak relevan dan menentukan mana yang cukup signifikan untuk dibawa ke perhatian sadar kita. RAS merupakan alasan mengapa kita dapat fokus pada satu percakapan di antara banyaknya percakapan yang terjadi di sekitar kita. 

Ketika kita memiliki tujuan atau goals tertentu, sistem RAS akan berusaha selaras untuk memperhatikan peluang dan sumber daya yang berkaitan dengan tujuan kita tersebut. Sebagai contoh, jika kita sedang mencari pekerjaan baru, kita mungkin akan tiba-tiba melihat lowongan pekerjaan yang sebelumnya kita abaikan. Hal ini sebab sistem RAS kita telah disetel untuk memperhatikan peluang-peluang tersebut yang mungkin sebelumnya kita tidak menyadarinya. Memanfaatkan potensi dari RAS merupakan bagian penting dari proses manifestasi karena hal tersebut akan membuat kita memandang dunia dengan cara yang berbeda. 

Neuroplastisitas

Seperti yang dijelaskan oleh Norman Doidge di bukunya, “The Brain That Changes Itself”, otak kita memiliki kapasitas yang luar biasa terhadap adaptasi dan perubahan atau dikenal  sebagai neuroplastisitas. Neuroplastisitas adalah kemampuan otak untuk mengatur ulang dirinya sendiri dengan membentuk koneksi saraf baru. Kemampuan neuroplastisitas yang luar biasa ini memungkinkan otak beradaptasi dengan pengalaman baru, mempelajari informasi baru, dan pulih dari cedera. Hal ini juga memungkinkan kita untuk dapat mengembangkan kebiasaan baru dan mengubah keyakinan kita, yang mana hal ini terkait dengan manifestasi. Ketika kita mempraktikkan manifestasi, kita menggunakan hasil positif dan memupuk keyakinan dan sikap tertentu. Proses ini dapat memperkuat jalur saraf yang terkait dengan pikiran dan hasil positif tersebut.

Hal penting yang perlu dicatat ialah manifestasi bukan hanya sekadar berpikiran positif, tetapi juga mengambil tindakan yang mendekatkan kita dengan goals kita. Setiap kita melakukan tindakan untuk mencapai goals kita, kita memperbaiki dan memperkuat jalur saraf yang mendukung tindakan ini. Hingga pada akhirnya, tindakan dan kebiasaan tersebut menjadi bagian alamiah dalam kehidupan kita yang semakin mendekatkan diri kita dengan tujuan dan keinginan kita. 

Self-fulfilling prophecy

Dalam ilmu psikologi kita mengenal fenomena yang disebut self-fulfilling prophecy. Self-fulfilling prophecy merupakan fenomena yang menunjukkan bagaimana keyakinan dan ekspektasi dapat membentuk realitas seseorang. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki keyakinan bahwa ia akan gagal dalam suatu tugas, maka kecemasan dan rasa kurang percaya dirinya kemungkinan besar akan mempengaruhi kinerjanya sehingga keyakinan atau ramalan tersebut terpenuhi. Fenomena menarik ini menunjukkan bahwa ekspektasi kita memiliki kekuatan untuk memengaruhi perilaku kita, yang pada akhirnya memberikan hasil yang kita antisipasi. Dalam aplikasinya pada manifestasi, ketika kita secara konsisten memegang keyakinan bahwa kita akan berhasil dalam tujuan atau keinginan tertentu, kita akan lebih cenderung mendedikasikan segala upaya dan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan kesuksesan itu menjadi kenyataan sehingga membuat kita menjadi lebih dekat dengan tujuan.

Lalu bagaimana kita dapat mengaplikasikan manifestasi untuk mencapai tujuan kita?

Selain berpikiran positif dan fokus pada apa yang menjadi keinginan kita, visualisasi menjadi salah satu cara kunci untuk melakukan manifestasi. Memvisualisasikan apa yang kita inginkan membuat kita merasakan emosi positif yang lebih kuat dan emosi positif tersebut membantu kita untuk lebih percaya pada diri kita. Untuk melakukan visualisasi, kita dapat memejamkan mata kita, menarik nafas dalam-dalam dan membayangkan bagaimana gambaran kehidupan kita di masa depan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dengan demikian, dalam setiap hal yang kita inginkan, kita dapat menerapkan teknik manifestasi dalam mewujudkannya.

“Manifestation is the ability to create the exact life you want. It’s the ability to draw in anything that you desire and become the author of your own story. It looks and feels like magic, and we are all the magicians.” —Roxie Nafousi

Penulis : Rima Sukmawati

Photo by Julia Avamotive on Pexels

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.