Virtual Reality (VR) sebagai Alat Terapi: Inovasi dalam Kesehatan Mental

Virtual Reality (VR) kini telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Dengan VR, kita bisa bermain game yang terasa begitu nyata hingga melakukan perjalanan virtual ke berbagai tempat. Teknologi ini menciptakan pengalaman imersif yang memungkinkan kita berinteraksi dengan lingkungan virtual seolah-olah kita benar-benar ada di sana. Di samping untuk hiburan, VR telah membuka berbagai peluang menarik termasuk dalam kesehatan mental. Menarik, bukan?

Apa itu VR?

VR merupakan simulasi tiga dimensi (3D) yang dihasilkan oleh komputer dalam bentuk gambar dan suara berdasar situasi kehidupan nyata. Dengan menggunakan peralatan elektronik seperti headset VR dan hand controller, pengguna bisa merasakan dan berinteraksi secara langsung dengan dunia virtual tersebut. VR sejatinya bukanlah teknologi baru. Meskipun semakin populer belakangan, VR sudah diperkenalkan pertama kali di tahun 1960-an untuk industri penerbangan. Seiring dengan kemajuan daya komputasi, perkembangan VR semakin maju. Pada akhir tahun 1990-an, barulah muncul penelitian yang menunjukkan potensi VR untuk mengurangi gejala fobia. 

VR dalam Terapi

Salah satu aplikasi umum dari terapi berbasis VR adalah Virtual Reality Exposure Therapy (VRET), yang dirancang khusus untuk membantu individu mengatasi fobia. Dalam VRET, pengguna dipaparkan pada situasi atau objek yang memicu ketakutan mereka dalam lingkungan virtual yang aman dan terkontrol. Misalnya, seseorang yang memiliki fobia terhadap lautan dapat menggunakan VR untuk ‘berada’ di tengah lautan tanpa menghadapi risiko nyata. Paparan ini memungkinkan individu untuk menghadapi ketakutannya secara bertahap, sehingga proses terapi menjadi lebih terkendali. Oleh karena itu, VRET lebih mudah diterima oleh pasien dibandingkan dengan exposure therapy secara langsung, yang sering kali dianggap sangat menakutkan dan memicu stres berlebih.

Tidak hanya dalam mengatasi fobia, VR juga menunjukkan keefektifan dalam berbagai kondisi lain, seperti PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Dalam terapi untuk PTSD, VR memungkinkan terapis untuk mengarahkan pasien melalui perekaan ulang situasi traumatis dalam lingkungan yang aman. Dengan bimbingan terapis, pasien dapat menghadapi kenangan traumatis tersebut secara bertahap, yang dapat membantu dalam proses penyembuhan. Selain itu, VR juga dapat digunakan untuk terapi relaksasi, dengan menciptakan lingkungan virtual yang menenangkan seperti pantai atau hutan, yang dapat membantu menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional pasien. Di ranah rehabilitasi, VR juga dipandang efektif dalam meningkatkan aspek sosial, pengenalan emosi, dan kemampuan bicara serta bahasa pada individu dengan ASD. Penelitian lain menunjukkan bahwa VR juga dapat membantu mengatasi masalah tidur, gangguan makan, penyalahgunaan obat, serta perilaku agresif. Aplikasi yang beragam ini menunjukkan bahwa VR terbukti menjadi solusi yang inovatif dan fleksibel dalam menangani berbagai masalah kesehatan.

Keunggulan VR dalam Terapi

  1. VR memungkinkan pengguna merasa seolah-olah mereka ada di sebuah situasi nyata yang mendorong terapi menjadi lebih efektif karena pengguna bisa berlatih menghadapi situasi.
  2. VR mampu meningkatkan keterlibatan pengguna karena dirancang dengan narasi menarik dan sistem gamifikasi.
  3. VR meningkatkan dan memperluas aksesibilitas terapi terutama bagi kelompok yang tinggal di daerah yang sulit mengakses layanan terapi. 
  4. VR mampu merekam data mengenai interaksi dan respons pengguna selama sesi sehingga bisa digunakan untuk mengevaluasi kemajuan terapi pengguna.

Risiko dan Keterbatasan VR dalam Terapi

Kendati VR memberikan berbagai keuntungan dalam terapi kesehatan mental, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu

  1. VR bisa memicu cybersickness, yaitu kondisi mual, pusing, dan disorientasi pada pengguna akibat adanya ketidaksesuaian antara gerakan yang terlihat di dalam VR dengan gerakan fisik tubuh.
  2. Biaya perangkat dan pengembangan aplikasi VR yang masih relatif tinggi sehingga pengembangannya masih terbatas di sebagian negara dengan sumber daya minim seperti Indonesia.
  3. Meskipun sudah banyak penelitian membahas efektivitas VR dalam terapi, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami dampak jangka panjangnya dan aplikasinya pada berbagai kondisi kesehatan mental.

Bagaimana dengan Terapi Berbasis VR di Indonesia?

Meskipun sejauh ini belum ada teknologi VR yang khusus mengatasi gangguan mental, di Indonesia sudah ada loh teknologi terapi berbasis VR pertama! Teknologi ini bernama VINERA (Virtual Neuro Engineering and Restoration) yang dikembangkan oleh perusahan Aruvana di Yogyakarta untuk membantu terapi individu yang mengalami stroke dengan disabilitas tangan. VINERA membantu pasien berlatih secara mandiri dengan sistem gamifikas dan memantau kemajuan pasien menggunakan gelombang otak dan otot. Dengan hadirnya VINERA ini, tidak dapat dipungkiri bahwa kedepannya penggunaan VR dalam terapi di Indonesia akan lebih berkembang.

VR telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai bidang, termasuk kesehatan mental. Meskipun teknologi ini masih menghadapi beberapa tantangan, potensi yang ditawarkan tidak bisa diabaikan. Dengan kemampuannya menciptakan pengalaman imersif, VR membuka jalan baru untuk terapi yang lebih efektif dan terjangkau.

Di masa depan, VR bisa saja menjadi bagian integral dari metode terapi dan membantu lebih banyak orang dalam menghadapi berbagai gangguan mental. Dengan penelitian yang lebih mendalam dan pengembangan teknologi yang terus berlanjut, VR bisa menjadi salah satu alat paling inovatif dalam upaya kita meningkatkan kesehatan mental secara global.

 

Penulis : Shafa

Photo by Bradley Hook on Pexels

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.