• Tentang UGM
  • IT Center
  • Perpustakaan
  • LPPM UGM
Universitas Gadjah Mada UNIVERSITAS GADJAH MADA
KANAL PENGETAHUAN PSIKOLOGI
  • Beranda
  • Artikel Psikologi
  • 3 Minute Thesis
  • Podcast
  • Tokoh Psikologi
  • Beranda
  • Artikel Psikologi
  • Beli Sekarang, Menyesal Kemudian? Gratifikasi Instan dan Perangkap Paylater

Beli Sekarang, Menyesal Kemudian? Gratifikasi Instan dan Perangkap Paylater

  • Artikel Psikologi
  • 24 June 2025, 15.51
  • Oleh: Humas
  • 0

Perkembangan dalam sistem transaksi keuangan saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Jika sebelumnya masyarakat lebih banyak menggunakan uang tunai, kini metode pembayaran non-tunai mulai mengambil alih. Seiring pergeseran menuju ekonomi digital, penggunaan uang elektronik dan transaksi berbasis kartu semakin meningkat. Kemajuan teknologi yang cepat dan mudah diakses turut mendorong pertumbuhan e-commerce, yang memanfaatkannya untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Salah satu inovasi terbaru dalam layanan keuangan digital adalah paylater, sebuah metode pembayaran yang mirip dengan kartu kredit namun tidak memerlukan kartu fisik.

Konsep utang modern Buy Now, Pay Later (BNPL) tersebut kini semakin populer di berbagai platform e-commerce Indonesia. Fitur ini banyak diminati terutama oleh kalangan muda, karena memungkinkan mereka melakukan pembelian sekarang dan menunda pembayarannya hingga waktu yang telah ditentukan. Beragam jenis produk bisa dibeli dengan metode ini, mulai dari barang dengan harga tinggi hingga produk yang relatif terjangkau. Produk fashion berupa tas, pakaian, dan sepatu menjadi produk yang sering dibeli. Hadirnya paylater memberikan kemudahan tersendiri terutama saat berada dalam keadaan mendesak.

Namun demikian, di balik kemudahan yang ditawarkan, fenomena paylater juga menarik untuk ditinjau dari sisi psikologi konsumen. Kemudahan untuk tergoda bahkan kecanduan paylater terlebih untuk kebutuhan yang tidak begitu penting dan mendesak menjadi cerminan kurangnya kontrol diri dan ketidakmampuan diri untuk menahan/menunda gratifikasi. Seorang psikolog asal Amerika Serikat bernama Walter Mischel pada tahun 1970-an membuat sebuah eksperimen berjudul Marshmallow Test. Dalam studi ini, anak-anak diberi pilihan untuk memakan satu marshmallow sekarang, atau menunggu beberapa menit untuk mendapatkan dua marshmallow. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak yang mampu menunda kepuasan cenderung memiliki pencapaian yang lebih baik di masa depan. Paylater, dalam konteks modern, mencerminkan situasi yang serupa: individu dihadapkan pada pilihan antara menunda pembelian demi kestabilan finansial, atau langsung memuaskan keinginan dengan menunda tanggung jawab pembayaran. Banyak pengguna, terutama generasi muda, lebih memilih kepuasan instan, meskipun itu berarti menambah beban finansial di kemudian hari. 

Paylater juga bisa disebabkan karena tren FOMO & YOLO di kalangan anak muda saat ini. FOMO, atau ketakutan akan ketinggalan, seringkali membuat seseorang merasa perlu mengikuti tren atau membeli produk yang sedang populer, meskipun mereka mungkin tidak memerlukan produk tersebut. Ketika seseorang melihat teman atau orang lain memanfaatkan layanan paylater untuk membeli barang-barang tertentu, mereka bisa merasa tertekan untuk melakukan hal yang sama agar tidak merasa tertinggal. Di sisi lain, konsep YOLO yang berarti “hidup hanya sekali” sering dijadikan alasan untuk melakukan pembelian impulsif. Prinsip YOLO mengajak seseorang untuk menikmati hidup dan membeli apa yang mereka inginkan tanpa terlalu memikirkan konsekuensi jangka panjang, seperti beban keuangan yang mungkin timbul di masa depan. Kombinasi antara FOMO dan YOLO ini, dipicu oleh kemudahan penggunaan paylater, menciptakan dorongan kuat untuk memuaskan keinginan sesaat tanpa mempertimbangkan dampak finansial di masa depan.

Untuk menghindari perangkap gratifikasi instan yang ditawarkan oleh paylater, ada beberapa cara yang dapat membantu kita lebih bijak dalam mengambil keputusan pembelian. Salah satunya adalah dengan memastikan bahwa setiap kali kita ingin membeli barang baru, ada barang lama yang harus dikeluarkan, entah itu dijual atau didonasikan. Ini membantu kita mengurangi akumulasi barang yang tidak diperlukan dan lebih fokus pada kebutuhan. Selain itu, cobalah untuk memasukkan barang yang diinginkan ke dalam wishlist dan beri waktu 30 hari sebelum memutuskan untuk membeli. Jika setelah waktu tersebut kita sudah lupa dengan barang tersebut, itu berarti keinginan tersebut hanya bersifat sementara. Dengan langkah-langkah ini, kita bisa melatih diri untuk menunda kepuasan dan membuat keputusan finansial yang lebih bijak, menghindari penyesalan di kemudian hari.

 “The more you take, the less you have” – Master Oogway

Penulis: Rima Sukmawati

Tags: artikelpsikologi SDG 12: Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab SDG 4: Pendidikan Berkualitas SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi SDGs
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada
Jl. Sosio Humaniora Bulaksumur
Yogyakarta 55281 Indonesia
fpsi[at]ugm.ac.id
+62 (274) 550435 ext 158
+62 (274) 550435

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju