Akhir-akhir ini, istilah dalam dunia pengasuhan semakin beragam, salah satunya adalah pendekatan gentle parenting. Pendekatan ini semakin populer di kalangan para orang tua setelah banyak tokoh di sosial media yang membuat konten mengenai pendekatan ini. Semakin populernya pendekatan ini menjadi sebuah tanda tanya, apakah pendekatan ini merupakan pendekatan ilmiah, pendekatan yang merujuk pada pendekatan ilmiah tertentu, atau hanya sekedar pendekatan yang populer yang berkembang di masyarakat?
Di era yang serba digital ini, orang tua mendapatkan tekanan untuk memenuhi standar pengasuhan yang tinggi. Belum lagi meluapnya informasi di media sosial mengenai benar atau salahnya cara mengasuh yang sering membuat merasa ragu terhadap interaksi mereka dengan keluarga yang berujung pada kecemasan dan kelelahan. Di tengah meningkatnya kecemasan, konsep “gentle parenting” mulai menarik perhatian, terutama melalui media sosial. Banyak influencer pengasuhan yang membuat konten mengenai gentle parenting sehingga pendekatan ini semakin populer.
Gentle Parenting sendiri mulai berkembang pesat sejak diperkenalkan oleh Sarah Ockwell-Smith pada tahun 2015. Data dari Google Trends di Indonesia menunjukkan bahwa minat terhadap topik ini terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Seorang dokter anak sekaligus pendiri platform Tentang Anak, yakni dr. Mesty juga turut membahas konsep gentle parenting ini di dalam kanal youtube Tentang Anak. Beliau menyebutkan bahwa gentle parenting merupakan gaya pengasuhan yang melibatkan komunikasi dua arah dengan menetapkan batasan tertentu. Ia juga menyebutkan bahwa gentle parenting ini dapat dikategorikan dalam gaya pengasuhan otoritatif. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Sarah Ockwell-Smith dalam bukunya “Gentle Discipline” bahwa posisi yang diambil oleh gentle parenting adalah pengasuhan otoritatif.
Gentle parenting menjadi suatu hal yang menarik bagi kalangan akademisi untuk menelaahnya lebih lanjut. Pazella dan Davidson (2024) melakukan studi dengan judul artikel “Trying to remain calm. . .but I do reach my limit sometimes”: An exploration of the meaning of gentle parenting”. Penelitian ini merupakan studi sistematis pertama tentang apa yang dimaksud dengan gentle parenting. Penelitian tersebut melibatkan seratus orang tua dengan setidaknya satu anak berumur 2-7 tahun. Hasil dari studi tersebut menyimpulkan bahwa gentle parenting merupakan produk dari media sosial yang mana hingga kini pendekatan ini belum dipresentasikan atau didukung oleh para pakar perkembangan manusia.
Meskipun demikian, penelitian Pazella dan Davidson (2024) menemukan temuan yang menarik, yakni pendefinisian gentle parenting menurut para orang tua. Gentle parenting didefinisikan sebagai pendekatan yang menekankan pada pentingnya kasih sayang orang tua serta kemampuan orang tua dan anak untuk mengelola emosi. Pendekatan ini tampak berbeda dari pola asuh lainnya karena lebih menonjolkan batasan, walaupun penerapan batasan tersebut bervariasi antar orang tua. Hasil dari studi juga menyebutkan bahwa secara umum orang tua yang menerapkan gentle parenting merasa puas dan percaya diri dengan gaya asuh mereka. Namun, sebagian kecil orang tua yang cenderung sangat kritis terhadap diri sendiri melaporkan perasaan kurang efektif dalam mengasuh. Selain itu, lebih dari sepertiga dari orang tua juga mengungkapkan adanya keraguan dan kelelahan dalam proses pengasuhan menggunakan gentle parenting.
Seorang psikolog anak, Emily Edlynn Ph.D. dalam tulisannya di Psychology Today ikut memberikan pendapat dan kritiknya mengenai gentle parenting. Menurutnya, popularitas gentle parenting di media sosial, terutama Instagram justru memunculkan kekhawatiran karena seringkali disajikan secara dangkal namun menimbulkan rasa bersalah besar bagi orang tua. Konten yang ada seolah menuntut standar pengasuhan yang mustahil dipenuhi. Gentle parenting memang menawarkan banyak hal positif, terutama karena membawa semangat pengasuhan yang hangat dan empatik, sejalan dengan prinsip authoritative parenting yang terbukti paling sehat dalam riset psikologi, yakni perpaduan antara kehangatan dan batasan yang tegas.
Pendekatan ini mendorong hubungan yang terhubung antara orang tua dan anak, serta mengutamakan empati dalam memahami emosi anak, yang merupakan fondasi penting dalam mendukung otonomi mereka. Namun, tidak semua keluarga cocok dengan pendekatan ini. Bagi sebagian orang tua, gentle parenting justru bisa menimbulkan tekanan dan rasa bersalah ketika mereka merasa gagal memenuhi standar “kelembutan atau gentle” yang ideal. Padahal kenyataannya, menjadi orang tua yang baik tidak harus selalu lembut, dan perilaku anak bukanlah cerminan tunggal dari kualitas pengasuhan. Ketika gentle parenting dijalankan terlalu kaku atau tidak memberi ruang bagi orang tua untuk mengekspresikan emosinya secara jujur, pendekatan ini justru bisa membuat orang tua semakin stres dan merusak hubungan dengan anak yang seharusnya dibangun dengan kejujuran dan rasa kemanusiaan.
Mary Ann Little, Ph.D., seorang psikolog klinis, dalam tulisannya di Psychology Today menyampaikan bahwa gentle parenting memiliki kemiripan dengan beberapa gaya pengasuhan lain yang telah didukung oleh penelitian ilmiah. Gaya-gaya tersebut antara lain:
- Authoritative parenting, yang ditandai dengan kombinasi antara kehangatan dan struktur yang konsisten.
- Emotional coaching, yang menekankan pentingnya pelabelan emosi, empati terhadap perasaan anak, serta pemecahan masalah secara kolaboratif.
- Attachment parenting, yang berfokus pada pembentukan hubungan yang aman melalui responsivitas dan kehangatan.
- Positive parenting, yang menekankan koneksi emosional melalui mendengarkan secara aktif dan kesadaran akan emosi anak.
Popularitas dari pendekatan gentle parenting mencerminkan meningkatnya kebutuhan orang tua terhadap pendekatan pengasuhan yang hangat, empatik, dan terhubung secara emosional. Meskipun konsep ini menunjukkan kemiripan dengan gaya pengasuhan berbasis ilmiah, seperti authoritative parenting, emotional coaching, attachment parenting, dan positive parenting, namun hingga saat ini belum terdapat penelitian ilmiah yang secara khusus membangun landasan teoritis maupun kerangka konseptual yang utuh mengenai gentle parenting. Ketergantungan pada narasi media sosial sebagai sumber utama informasi berisiko menimbulkan distorsi konseptual dan membebani orang tua dengan standar ideal yang tidak selalu aplikatif dalam konteks kehidupan nyata. Selanjutnya, menjadi sebuah tanggung jawab baru bagi para akademisi dan pakar untuk meneliti dan mengembangkan panduan berbasis ilmiah mengenai pendekatan gentle parenting dalam rangka mengatasi keraguan dan permasalahan di masyarakat.
Oleh: Osi Livia S