psikologiugm
Siapa, sih, manusia yang tidak mencintai dirinya sendiri? Manusia selalu memiliki rasa cinta terhadap dirinya. Hanya saja, kadar cinta setiap individu berbeda. Ada yang kadar self love-nya rendah sehingga ia cenderung memandang negatif dirinya, menganggapnya sebagai sosok yang hanya penuh kekurangan tanpa sedikitpun kelebihan. Di lain sisi, ada juga manusia yang rasa cinta terhadap dirinya sangat tinggi. Akibatnya, ia tumbuh menjadi sosok egois yang minim empati terhadap orang lain.
Apa itu self love? Bagaimana agar self love tidak menjadi berlebihan? Bagaimana konsep selfless dan pengaruhnya bagi kehidupan ini? Apakah selfless sama dengan people pleasure? Yuk, baca artikel ini sampai tuntas.
Belakangan ini, sosial media marak dibanjiri dengan konten olahraga, mulai dari gym, lari, tenis, golf, yoga, pilates, berkuda, dan masih banyak lagi. Tren ragam komunitas olahraga yang ramai saat ini merupakan salah satu bukti akan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan. Dilansir dari medical wellness Indonesia 2024, masyarakat Indonesia semakin sadar akan menjaga kesehatan secara optimal, salah satunya dengan berolahraga. Perlu diketahui juga, bahwa kegemaran terhadap olahraga merupakan salah satu bentuk dari coping mechanism loh!
Para politisi seringkali menggunakan berbagai cara untuk memenangkan suara selama kampanye pemilihan umum. Beberapa di antaranya mencakup pemanfaatan popularitas partai dan pemimpin, representasi diri sebagai pelindung identitas nasional dan bahkan keberagamaan, serta membentuk koalisi dengan partai lain. Para aktor politik sering kali didorong oleh motivasi untuk meningkatkan elektabilitas mereka di hadapan masyarakat untuk memimpin masyarakat ke arah tertentu.
Namun, dalam sebagian besar negara demokrasi, politik merupakan hal yang komprehensif karena melibatkan aktor politik maupun warga negara yang memainkan peran penting dalam memilih politisi untuk menduduki jabatan pemerintahan. Oleh sebab itu, penyelesaian permasalahan sosial menjadi tujuan bersama. Sebuah pertanyaan muncul tentang bagaimana warga negara dan politisi membentuk keputusan politik yang penting. Bidang psikologi politik memiliki berbagai pendekatan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Dewasa ini, dinamika kampanye politik mengalami perubahan yang cukup signifikan dengan hadirnya media. Lihat saja, seluruh kegiatan persuasi dan pengenalan tokoh politik kepada masyarakat yang dulu kerap dilakukan dengan kegiatan fisik seperti konvoi hingga orasi di kerumunan saat ini tergantikan dengan narasi-narasi manis beserta ilustrasi asik yang termuat di media massa. Maka tak heran jika saat ini media acapkali disebut sebagai kunci rahasia dari kesuksesan kampanye politik. Tapi sebenarnya, bagaimana cara media memengaruhi pembentukan opini pada masyarakat? Jawabannya dapat kita cermati melalui analisis Elaboration Likelihood Model (ELM).
“Kayaknya aku gak layak deh!”
“Kok aku gak kayak yang lain ya?”
Hayo! Siapa yang sering kayak gitu? Nah, perilaku tersebut sering kita jumpai di berbagai kalangan seperti remaja sampai dewasa. Wajar jika kita mengalami kesulitan dan tidak melakukan apapun secara sempurna dalam kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan perilaku membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Hal ini disebut dengan insecure. Perasaan insecure adalah sebuah perasaan ragu, tidak percaya diri, dan cemas yang dapat mengganggu berbagai aspek kehidupan. Bagaimana tidak? Orang yang insecure akan membandingkan dirinya dengan pencapaian orang lain sehingga menganggap bahwa dirinya tidak layak dan tidak mampu.