Psikologi menjadi ilmu yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Tidak seperti dulu, saat ini kajian tentang psikologi ramai didatangi, baik yang membahas tentang penyembuhan diri, keluarga, pola asuh, pembentukan kebiasaan, pendidikan, bahkan pernikahan. Selain topik tersebut, Psikologi Islam juga semakin banyak diminati dalam beberapa tahun ini. Pertanyaannya, apakah Psikologi Islam memiliki konsep landasan yang sama dengan Psikologi Konvensional?
psikologiugm
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa jumlah individu dengan autisme di Indonesia diperkirakan mencapai 2,4 juta orang, adapun jumlah anak yang terdiagnosis autisme diperkirakan meningkat sebanyak 500.000 anak setiap tahunnya. Jumlah yang cukup besar ini tentu mendorong para praktisi dan peneliti di bidang ABK untuk mengkaji berbagai aspek perkembangan individu dengan autisme, mulai dari karakteristik kognitif, sosial, hingga potensi unik yang mereka miliki
Setiap keluarga berawal dari pertemuan dua insan yang memutuskan untuk berjalan bersama dalam satu ikatan suci: pernikahan. Dalam Islam, pernikahan bukan hanya urusan dunia, tapi juga bentuk ibadah kepada Allah SWT dan cara untuk menyempurnakan separuh agama. Tujuan pernikahan pun tidak berhenti pada status “suami-istri” semata. Al-Qur’an, dalam Surat Ar-Rum ayat 21, menjelaskan bahwa pernikahan dihadirkan agar manusia dapat merasakan sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Beberapa tahun terakhir, berita tentang mahasiswa yang mengalami depresi hingga bunuh diri semakin sering terdengar. Tekanan akademik, tuntutan sosial, serta kesepian di perantauan membuat banyak anak muda terjebak dalam perasaan tidak berharga dan kehilangan arah hidup. Survei nasional menunjukkan bahwa remaja dan dewasa muda di Indonesia memiliki risiko dua kali lebih tinggi untuk melakukan perilaku menyakiti diri dibandingkan dengan orang dewasa. Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi dunia pendidikan dan kesehatan mental. Namun, di tengah situasi yang mengkhawatirkan ini, muncul sebuah pendekatan terapi yang menjanjikan, yakni Empathic Love Therapy (ELT), metode psikoterapi yang berfokus pada kasih sayang, penerimaan diri, dan pencarian makna hidup yang baru.
Masa kanak-kanak merupakan periode yang paling penting dalam perkembangan sepanjang rentang hidup manusia. Anak-anak membutuhkan lingkungan yang aman dan stabil, termasuk dukungan orang tua secara konsisten dalam memenuhi kebutuhan dasar dan membantu mereka mengenal dunia. Anak yang tumbuh dengan pengasuh yang konsisten akan merasa aman dan mengembangkan konsep diri yang sehat. Namun sebaliknya, anak yang tumbuh dalam lingkungan tidak stabil atau penuh tekanan akan lebih rentan mengalami stres berlebihan dan masalah psikologis di kemudian hari. Pengalaman pada masa kanak-kanak hingga usia 18 tahun yang menyebabkan stres dan trauma disebut dengan Adverse Childhood Experience atau ACEs.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan pengguna media sosial tertinggi di dunia, berada dalam pusaran arus informasi visual yang sangat deras. Kemudahan mengakses platform berbasis foto seperti Instagram telah mengubah cara kita bersosialisasi dan secara tidak terhindarkan, cara kita memandang diri sendiri. Sayangnya, hal ini sering kali memperburuk citra tubuh pengguna, karena unggahan di Instagram sering merefleksikan standar ideal yang sulit dijangkau.
Pernah berdiri lama di depan cermin, lalu terus-menerus memikirkan satu atau beberapa ‘cacat’ di tubuhmu yang orang lain bahkan tidak melihat? Rasa tidak puas itu bisa tumbuh menjadi obsesi, hingga membuat hidup seolah hanya berputar pada kekurangan tersebut. Jika hal itu mulai mengganggu keseharianmu, waspadalah, karena itu bisa menjadi tanda Body Dysmorphic Disorder (BDD). Body Dysmorphic Disorder (BDD) dikarakteristikkan sebagai kekhawatiran berlebihan terhadap 1 atau lebih ‘cacat’ di tubuh yang seringkali tidak disadari orang lain. Menurut penelitian, sebanyak 1.9% hingga 2.2% mengalami kondisi ini, dan sebanyak 24 - 28% orang di antaranya pernah melakukan percobaan bunuh diri (suicide).
Anak dengan disabilitas intelektual adalah suatu kondisi perkembangan psikis yang terhenti atau tidak lengkap, utamanya ditandai dengan terjadinya ketidaknormalan perkembangan pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, seperti kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Disabilitas intelektual disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Pada faktor primer yakni adanya keturunan/genetik, sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang memengaruhi otak, seperti kondisi-kondisi yang terjadi ketika masa prenatal ataupun postnatal serta faktor lainnya.
Bunuh diri menjadi salah satu isu penting dalam kesehatan mental dunia. Pada tahun 2023, WHO mencatat terdapat 700.000 orang meninggal tiap tahunnya. Angka prevalensi tersebut juga didukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa di antara enam anggota keluarga dan 135 anggota komunitas memiliki potensi satu anggota yang melakukan bunuh diri. Tingginya angka tersebut tentu menjadi kekhawatiran bagi masyarakat global. Namun dampak dari tindakan bunuh diri tersebut ternyata juga memberikan konsekuensi besar bagi keluarga terdekat dan orang-orang di sekitarnya.
Dalam setiap bencana yang melanda, baik gempa bumi, banjir, maupun pandemi, terdapat satu kelompok yang selalu hadir di garis depan tanpa banyak sorotan, yaitu para relawan bencana. Mereka bukan hanya tangan pertama yang menolong korban, tetapi juga pihak terakhir yang meninggalkan lokasi bencana. Namun di balik dedikasi tersebut, kesejahteraan mental dan ketangguhan psikologis para relawan kerap luput dari perhatian penelitian dan kebijakan.